Jumat, 03 Januari 2014

Teknik dan Pembuatan Gamelan

Menurut pendapat Brandes, bahwa bangsa Indonesia telah menguasai telah menguasai metalourgi sebelum mendapat pengaruh dari kebudayaan India ( Haryono, 2006). Warisan tehnologi masa lampau untuk pembuatan benda-benda  dari bahan metal hingga saat ini masih dipergunakan, termasuk pembuatan gamelan yang masih dilakukan secara maual dengan menggunakan teknologi dan peralatan yang mayoritas masih sangat sederhana. 

  Secara tehnis pembuatan artefak logam dilakukan dengan dua metode yang berlainan, yaitu: tehnik tempa dan tehnik cetak (Haryono,2006). Demikian juga dengan proses pembuatan gamelan jawa. Penerapan tehnik sangat tergantung Pada karakteristik material yang dipergunakan sebagai bahan baku. Masing masing bahan mempunyai elemen kimia yang berbeda, sehingga mempengaruhi tingkat kekerasan, warna, dan sifat-sifat dasaryang terdapat pada masing-masing jinis logam.

  Secara teknis pula proses pembuatan gamelan masih memarisi tehnologi yang dipergunakan pada pembuatan artefak logam pada masa lampau,yaitu dengan cara di cetak atau di tempa. Proses inilah yang memberikan perbedaan siknifikan pada kualitas gamelan. Disamping itu, juga tergantung pada alternatif penggunaan bahan yang di aplikasikan pada gamelan. Secara sepintas hanya dengan memperhatikan aspek tekis dan bahannya dapat memberikan gambaran dan pemetaan yang dapat membedakan kualiatasnya.

  Perlu dicatat bahwa kedua proses, yaitu teknik cetak atau cor dan teknik tempa dapan dilakukan pada serangkaian proses pembuatan gamelan, yaitu pada material perunggu. Namun pada matrial singen hanya dilakukan dengan proses pencentakan tanpa penempaan. Pada matrial lainnya ( besi, kuningan, alumunium, pamor) hanya dilakukan dengan teknik tempa tnpa melalui proses pencetakan.

  Berikut ini adalah proses pembuatan gamelan dengan metode dan material yang berbeda.

1.Teknik Cetak / Cor

Gamelan perunggu dibuat dengan mencampurkan dua material (tembaga dan timah) atau tiga material (tembaga, timah dan timbal )peleburan dan selanjutnya dilakukan proses pencetakan untuk mendapatkan bentuk dasar / lakar. Selanjutnya dilakukan proses penempaan dalam keadaan panas untuk membentuk bahan menjadi bilah atau pencon dan penempaan pada proses nguni-uni tanpa dendan proses pemanasan terlebih dahulu.

  Secara teknis proses tersebut tidak sama dengan tahapan yang dilakukan pada pembuatan gamelan kuningan dan besi yang dibuat dengan metode dan proses yang jauh lebih sederhana, yaitu dengan teknik tempa tanpa pemenasan. Demikian juga dengan proses pembuatan gamelan krumpyung yang dilakukan dengan cara memotong dan membentuk material baku berupa buluh bambu denan menggunakan beberapa jenis pisau tajam. Kesederhanaan dalam proses pembuatan gamelan dengan ketiga material terakhir tidak  diartikan sebagai sebuah keterbatasan atau ketidakbisaan untuk membuat gamelan dengan bahan perunggu, tetapi lebih berdasarkan pada beberapa pertimbangan yang berpijak pada sifat yang dimiliki oleh beberapa material tersebut, penyerdehanaan proses dan ketergantungan pada ketersedian bahan. Bila tidak terdapat kendala seperti yang disebutkan di atas sangat dimungkinkan  dilakukan pembuatan gamelan dengan ketiga material dengan teknik yang lain,yaitu teknik peleburan dan pencetakan.

  Sejauhini teknik cetak tuang hanya dilakukan pada dua material gamelan, yaiu perunggu dan singen. Teknik cetak atau cor dalam disiplin ilmu metalurgi disebut dengan istilah cire perdue. Teknik tersebut diterapkan pada pembuatan gamelan untuk memproses bahan baku menjadi bahan setengah jadi.

  Tahap pertama pada proses pencetakan gamelan perunggu dan singen diawali dengan memasak beberapa bahan baku masing-masing hingga menjadi cairan yang homogen. Kemudian dilakukan pencetakan dengan menggunakan kowi, yaitu sebuah media yang terbuat dari tanah liat dengan bentuk dan ukuran yang beragam.

  Saroyo berpendapat, bahwa material gamelan dapat dibentuk dengan cara dicatak tidak memiliki tingkat kekerasan yang diperlukan untuk pembuatan gamelam. Sepintas , material yang telah dilebur menunjukan campuran yang homogen, namun pada kenyataannya tidak demikian. Sifat edhesif dan kohesitasnya tidak cukup sehingga mempengaruhi kepadatan dan kekerasannya yang berimbas pada kualitas bunyi yang dihasilkan dan kemampuan untuk menahan pukulan tabuh atau pemukul gamelan (mallet). Metode yang ditempuh pada pengerjaan bakalan perunggu (bentuk dasar setelah dicetak ) dilakukan dengan proses tempa dengan pemanasan dan tempa dingin pada proses nguni-uni (menciptankan bunyi),sedangkan untuk logam singen tidak dilakukan proses tersebut. Pencetakan maerial pada gamelan singen dilakukan dengan ketepatan pada bentuk, ukuran dan berat materialnya yang berpengaruh pada nada yang di inginkan , sehingga setiap bilah di cetak dengan satu kowi. Proses nguni-uni dan pelarasan dilakukan sekaligus dengan proses ngesik, yaitu dengan cara mengurangi bagian permukaan bilah untuk mendapatkan penampilan pada bentuk dan membersihkan warna hitam dari proses pembakaran untuk mendapatkan warna yang bersih dan mengkilat. (Wawancara dengan Saroyo).

2. Teknik Tempa

  Ilmu metalurgi membedakan teknik tempa menjadi dua, yaitu teknik tempa dingin (tanpa pemanasan) dan teknik tempa dengan pemanasan(Haryono,2004). Kedua teknik tempa pada proses pembuatan gamelan jawa pada dasarnya dilakukan untuk membentuk material, nguni-uni (menciptakan bunyi), dan melaras nada yang tepat, baik pada instrumen gamelan jawa yang berbentuk bilah atau pencon.

  Berdasarkan karakteristik pada masing-masing material, maka diperlukan metode dan rangkaian proses yang berbeda. Berikut ini adalah penjelasan mengenai penerapan kedua teknik tersebut pada pembuatan gamelan.

a . Teknik Tempa Tanpa Pemanasan

  Salah satu teknik yang diterapkan pada proses penempaan material gamelan adalah teknik penempaan tanpa  pemanasan yang juga dikenal dengan istilah cold hammering. Metode tersebut dilakukan hampir pada semua material yang sudah terbiasa dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan gamelan, misalnya: besi, kuningan, dan perunggu. Demikianjuga dengan beberapa material yang telah menjadi bahan alternatif pada saat ini, misalnya: aluminium dan pamor.

  Teknik tempa tidak dilakukan pada material lainnya seperti kaca dan singen, karena kedua material tersebut tidak memiliki tingkat kekerasan setara bila dibandingkan dengan beberapa material yang telah disebutkan di atas, sehingga tidak tahan untuk ditempa. Perlu dicatat bahwa cold hammering pada gamlan perunggu hanya dilakukan dalam proses nguni-uni atau menciptakan bunyi. Namun demikian dari sekian banyak bahan baku yang dipergunakan terdapat beberapa material yang tidak memerlukan proses pemanasan terlebih dahulu, terutama pada tahapan paling awal setelah bahab baku tersebut dibentuk menjadi bakalan, yaitu material yang sudah tersedia dalam bentuk bakal bilah atau potongan pelat untuk pencon. Secara spesifik dapat dibatasi bahwa material yang dimaksud adalah logam yang termasuk dalam kategori besi (bukan baja), kuningan dan aluminium.

  Material dari besi atau kuningan dengan ketebalan dan tingkat kekerasan yang diperhitungkan mampu menahan pukulan tabuh yang terbuat dari kayu dipergunakan untuk membuat bilah pada instrumen demung, saron ricik, dan peking, sedangkan yang agak tipis dipergunakan untuk membuat bilah pada instrumen slenthem, gender barung dan gender penerus. Besi atau kuningan dengan tingkat ketebalan yang lebih rendah daripada material yang dipergunakan pada ketiga instrumen terakhir (slemthem, gender barung dan gender penerus) dipergunakan pada pembuatan instrumen dalam kategori pencon, yaitu: bonang barung, bonang penerus, kethuk, kenong, kempyang, gong suwukan dan gong ageng. Biasanya menggunakan pelat besi yang bisa di dapatkan ditempat penjualan logam atau drum minyak atau pelat kuningan.

  Kedua jenis material yang telahdisebutkan diatas, kemudian dipotong dan dipersiapkan sebagai bahan setengah jadi. Ukuran panjang dan lebarnya disesuaikan dengan ketebalan material, bentuk dan nada yang di inginkan.

b . Teknik Tempa Dengan Pemanasan

  Proses penempaan dengan pemanasan pada objek berupa logam disebut dengan istilah anneling. Material seperti perunggu, baja dan pamor memerlukan teknologi pemanasan pada proses pengerjaan dengan tujuan untuk mendapatkan solusi teknis, yaitu agar tingkat kekerasannya menurun. Kondisi material yang lunak menjadi lebih mudah dibentuk atau dilaras.

       1 . Teknik Tempa Pada Gamelan Perunggu

  Teknik tempa dengan pemanasan pada material gamelan dari perunggu dilakukan untuk membentuk material berupa lakaran menjadi bilah atau pencon. Lakaran yang dihasilkan dari proses pencetakan terdiri dari dua bentuk, yaitu persegi panjang untuk diproses menjadi instrumen berbentuk bilah dan berbentuk bulat diproses menjadi instrumen berbentuk pencon.

  Penempaan pada kedua jenis lakaran dilakukan dengan batas temperatur tempa yang disebut egean mealt. Bila temperatur melebihi batas maka perunggumenjadi sangat lunak, sehingga tempaan yang dilakukan akan meninggalkan bekas berupa ceruk atau cekungan yang terlalu dalam. Resiko yang paling fatal dapat terjadi bila tempaan menghasilkan wadur (lubang), sehingga perlu proses tambahan untuk menutup lubang tersebut. Bila temperatur material tersebut dibawah batas temperatur tempa, maka akan beresiko lebih paah, yaitu retak atau pecah. Keretakan kecil masih dapat diselamatkan dengan cara menutup bagian tersebut menggunakan las, tetapi bila retakan terlalu panjang maka material tersebut harus diproses ulang dengan cara dilebur dan dicetak kembali menjadi lakar.

  Proses penempaan dilakukan oleh panji sepuh sebagai penanggung jawab dibantu minimal dua pembantu untuk pengerjaan material yang kecil (gender barung, gender penerus, demung, saron ricik, dan peking) dan maksimal sebelas orang untuk pengerjaan gong ageng. Proses tersebut dilakukan secara berulang-ulang hingga mendapatkan bentuk serta ukuran yang telah ditentukan.

  Hingga saat ini, pelaksana pada proses pembuatan gamelan yang terdiri dari seorang panji sepuh (pemimpin di dalam besalen) beserta para pekerja yang membantunya mengukur batas temperatur tempa hanya dengan pengamatan secara visual. Kemampuan ini diperoleh berdasarkan pengalaman selama bertahun-tahun.

  Mikrostruktur pada logam perunggu yang dibentuk dengan proses pemempaan menujukan bentuk yang berbeda bila di bandingkan dengsn perunggu cetak.

       2 . Teknik Tempa Pada Gamelan Pamor

  Gamelan pamor memerlukan teknologi pemanasan pada proses pembuatan bakalan dan pembentukan material. Pembuatan bakalan dilakukan dengan menyatukan material berupa besi, baja dan pamor. Penyatuan ketiga material ditempuh dengan 3 metode, yaitu memanaskan, menempa dab melipat-lipat ketiga elemen tersebut hingga mendapatkan tingkat kepadatan, kekerasan dan kohesitas yang ditentukan.

       3 .Teknik Tempa Pada Bilah Saron Dari Baja

  Besi baja menjadi bahan pilihan untuk pembuatan bilah pada instrumen demung, saron ricik dan peking. Menurut pendapat beberapa pengrajin gamelan barut, bahwa baja mempunyai beberapa keistimewaan dibandingkan dengan logam besi biasa. Pertama, baja mempunyai tingkat kekerasan dan kepadatan yang lebih tinggi, sehingga secara fisik tidak mudah rusak karena patah atau berubah bentuk yang di akibatkan dari efek pukulan dari tabuh (mallet) yang terbuat dari kayu. Kedua, ketahanan terhadap tempaan pada saat dimainkan dengan tabuh dari kayu yang keras dan bobot yang berat sekalipun menjadi jaminan pada larasannya untuk tidak mudah berubah. Ketiga, lebih tahan terhadap proses korosi, sehingga materialnya lebih awet dan perawatannya lebih mudah dari pada besi biasa.

  Material baja biasanya menggunakan pegas (spring) berbentuk pelat dari kendaraan seperti becak, andong, mobil, bus atau truk. Bahan baku untuk bilah demung biasanya menggunakan pegas dari mobil, bus, truk, sedangkan saron ricik dan peking menggunakan material yang lebih tipis, misalnya pegas mobil, andong atau becak. Material gamelan dari baja mempunyai tingkat kekerasan yang lebih tinggi daripada besi biasa. Pegas dari kendaraan mobil, bus atau truk diciptakan dengan peritungan mampu menahan beban hingga beberapa ton.

  Keistimewaan pada tingkat kekerasannya memerlukan proses dan perlakuan yang berbeda pula bila dibandingkan dengan besi biasa. Metode pemanasan pada pembuatan gamelan dari baja merupakan solusi untuk memperlunak material tersebut. Tanpa metode pemanasan maka sifat-sifat yang terdapat dalam pegas tersebut menjadi kendala yang sangat berat bagi pembuatnya. Sifatnya yang keras dan lentur mampu menahan beban yanng sangat berat, sedangkan kemampuan tempa para pekerja hanya sampai beberapa kilo saja.

  Tahapan yang diterapkan pada proses untuk membuat material berwujud bakalan bilah demung, saron ricik dan peking, mempunyai kesamaan pada tahapannya dengan proses pembentukan pada lakaran perunggu. Bakalan berupa potongan besi berbentuk persegi panjang kemudian di olah dengan metode pemanasan dan penempaan hingga medapatkan bentuk yang telah ditentukan. Sama halnya dengan pengerjaan pada material perunggu, baja juga mempunyai batas temperatur tempa, sehingga akan berakibat fatal bila melampaui batas egeant mealt. Kesalahan pada perhitungan batas temperatur tempa dapat menghasilkan bentuk tempaan yang tidak rata atau mengakibatkan bakalan bilah menjadi retak atau pecah. Material yang mengalami kegagalan pada proses pembentukannya tidak dilakukan pengerjaan lebih lanjut. Langkah yang biasa ditempuh pengrajin gamelan adalah dengan menggantikannya dengan bakalan yang lain dan memulai proses dari awal. (Posting by Mulyono)

 

2 komentar:

  1. maturnuwun bapak mulyono atas penulisan blog ini dapat bermanfaat bagi bangsa untuk terus melestarikan kebudayaan Indonesia.Rahayu.
    ONKI LEMAN SANGGAR SENI SUARA UNTUK INDONESIA

    BalasHapus
  2. Bagus seni budaya harus d lestarikan bapa

    BalasHapus