Teknik dan Pembuatan Gamelan
Menurut pendapat
Brandes, bahwa bangsa Indonesia telah menguasai telah menguasai metalourgi
sebelum mendapat pengaruh dari kebudayaan India ( Haryono, 2006). Warisan
tehnologi masa lampau untuk pembuatan benda-benda dari bahan metal hingga saat ini masih dipergunakan,
termasuk pembuatan gamelan yang masih dilakukan secara maual dengan menggunakan
teknologi dan peralatan yang mayoritas masih sangat sederhana.
Secara tehnis pembuatan artefak logam
dilakukan dengan dua metode yang berlainan, yaitu: tehnik tempa dan tehnik
cetak (Haryono,2006). Demikian juga dengan proses pembuatan gamelan jawa.
Penerapan tehnik sangat tergantung Pada karakteristik material yang
dipergunakan sebagai bahan baku. Masing masing bahan mempunyai elemen kimia
yang berbeda, sehingga mempengaruhi tingkat kekerasan, warna, dan sifat-sifat
dasaryang terdapat pada masing-masing jinis logam.
Secara teknis pula proses pembuatan gamelan
masih memarisi tehnologi yang dipergunakan pada pembuatan artefak logam pada
masa lampau,yaitu dengan cara di cetak atau di tempa. Proses inilah yang
memberikan perbedaan siknifikan pada kualitas gamelan. Disamping itu, juga
tergantung pada alternatif penggunaan bahan yang di aplikasikan pada gamelan.
Secara sepintas hanya dengan memperhatikan aspek tekis dan bahannya dapat
memberikan gambaran dan pemetaan yang dapat membedakan kualiatasnya.
Perlu dicatat bahwa kedua proses, yaitu
teknik cetak atau cor dan teknik tempa dapan dilakukan pada serangkaian proses
pembuatan gamelan, yaitu pada material perunggu. Namun pada matrial singen
hanya dilakukan dengan proses pencentakan tanpa penempaan. Pada matrial lainnya
( besi, kuningan, alumunium, pamor) hanya dilakukan dengan teknik tempa tnpa
melalui proses pencetakan.
Berikut ini adalah proses pembuatan gamelan
dengan metode dan material yang berbeda.
1.Teknik Cetak / Cor
Gamelan perunggu
dibuat dengan mencampurkan dua material (tembaga dan timah) atau tiga material
(tembaga, timah dan timbal )peleburan dan selanjutnya dilakukan proses
pencetakan untuk mendapatkan bentuk dasar / lakar. Selanjutnya dilakukan proses
penempaan dalam keadaan panas untuk membentuk bahan menjadi bilah atau pencon dan
penempaan pada proses nguni-uni tanpa dendan proses pemanasan terlebih dahulu.
Secara teknis proses tersebut tidak sama
dengan tahapan yang dilakukan pada pembuatan gamelan kuningan dan besi yang
dibuat dengan metode dan proses yang jauh lebih sederhana, yaitu dengan teknik
tempa tanpa pemenasan. Demikian juga dengan proses pembuatan gamelan krumpyung
yang dilakukan dengan cara memotong dan membentuk material baku berupa buluh
bambu denan menggunakan beberapa jenis pisau tajam. Kesederhanaan dalam proses
pembuatan gamelan dengan ketiga material terakhir tidak diartikan sebagai sebuah keterbatasan atau
ketidakbisaan untuk membuat gamelan dengan bahan perunggu, tetapi lebih
berdasarkan pada beberapa pertimbangan yang berpijak pada sifat yang dimiliki
oleh beberapa material tersebut, penyerdehanaan proses dan ketergantungan pada
ketersedian bahan. Bila tidak terdapat kendala seperti yang disebutkan di atas
sangat dimungkinkan dilakukan pembuatan
gamelan dengan ketiga material dengan teknik yang lain,yaitu teknik peleburan
dan pencetakan.
Tahap pertama pada proses pencetakan gamelan
perunggu dan singen diawali dengan memasak beberapa bahan baku masing-masing
hingga menjadi cairan yang homogen. Kemudian dilakukan pencetakan dengan
menggunakan kowi, yaitu sebuah media yang terbuat dari tanah liat dengan bentuk
dan ukuran yang beragam.
Saroyo berpendapat, bahwa material gamelan
dapat dibentuk dengan cara dicatak tidak memiliki tingkat kekerasan yang
diperlukan untuk pembuatan gamelam. Sepintas , material yang telah dilebur
menunjukan campuran yang homogen, namun pada kenyataannya tidak demikian. Sifat
edhesif dan kohesitasnya tidak cukup sehingga mempengaruhi kepadatan dan
kekerasannya yang berimbas pada kualitas bunyi yang dihasilkan dan kemampuan
untuk menahan pukulan tabuh atau pemukul gamelan (mallet). Metode yang ditempuh
pada pengerjaan bakalan perunggu (bentuk dasar setelah dicetak ) dilakukan
dengan proses tempa dengan pemanasan dan tempa dingin pada proses nguni-uni
(menciptankan bunyi),sedangkan untuk logam singen tidak dilakukan proses
tersebut. Pencetakan maerial pada gamelan singen dilakukan dengan ketepatan
pada bentuk, ukuran dan berat materialnya yang berpengaruh pada nada yang di
inginkan , sehingga setiap bilah di cetak dengan satu kowi. Proses nguni-uni
dan pelarasan dilakukan sekaligus dengan proses ngesik, yaitu dengan cara
mengurangi bagian permukaan bilah untuk mendapatkan penampilan pada bentuk dan
membersihkan warna hitam dari proses pembakaran untuk mendapatkan warna yang
bersih dan mengkilat. (Wawancara dengan Saroyo).
2. Teknik Tempa
Ilmu metalurgi membedakan teknik tempa
menjadi dua, yaitu teknik tempa dingin (tanpa pemanasan) dan teknik tempa
dengan pemanasan(Haryono,2004). Kedua teknik tempa pada proses pembuatan
gamelan jawa pada dasarnya dilakukan untuk membentuk material, nguni-uni
(menciptakan bunyi), dan melaras nada yang tepat, baik pada instrumen gamelan
jawa yang berbentuk bilah atau pencon.
Berdasarkan karakteristik pada masing-masing
material, maka diperlukan metode dan rangkaian proses yang berbeda. Berikut ini
adalah penjelasan mengenai penerapan kedua teknik tersebut pada pembuatan
gamelan.
a . Teknik Tempa Tanpa Pemanasan
Salah satu teknik yang diterapkan pada proses
penempaan material gamelan adalah teknik penempaan tanpa pemanasan yang juga dikenal dengan istilah
cold hammering. Metode tersebut dilakukan hampir pada semua material yang sudah
terbiasa dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan gamelan, misalnya: besi,
kuningan, dan perunggu. Demikianjuga dengan beberapa material yang telah
menjadi bahan alternatif pada saat ini, misalnya: aluminium dan pamor.
Teknik tempa tidak dilakukan pada material
lainnya seperti kaca dan singen, karena kedua material tersebut tidak memiliki
tingkat kekerasan setara bila dibandingkan dengan beberapa material yang telah
disebutkan di atas, sehingga tidak tahan untuk ditempa. Perlu dicatat bahwa
cold hammering pada gamlan perunggu hanya dilakukan dalam proses nguni-uni atau
menciptakan bunyi. Namun demikian dari sekian banyak bahan baku yang
dipergunakan terdapat beberapa material yang tidak memerlukan proses pemanasan
terlebih dahulu, terutama pada tahapan paling awal setelah bahab baku tersebut
dibentuk menjadi bakalan, yaitu material yang sudah tersedia dalam bentuk bakal
bilah atau potongan pelat untuk pencon. Secara spesifik dapat dibatasi bahwa
material yang dimaksud adalah logam yang termasuk dalam kategori besi (bukan
baja), kuningan dan aluminium.
Material dari besi atau kuningan dengan
ketebalan dan tingkat kekerasan yang diperhitungkan mampu menahan pukulan tabuh
yang terbuat dari kayu dipergunakan untuk membuat bilah pada instrumen demung,
saron ricik, dan peking, sedangkan yang agak tipis dipergunakan untuk membuat
bilah pada instrumen slenthem, gender barung dan gender penerus. Besi atau
kuningan dengan tingkat ketebalan yang lebih rendah daripada material yang
dipergunakan pada ketiga instrumen terakhir (slemthem, gender barung dan gender
penerus) dipergunakan pada pembuatan instrumen dalam kategori pencon, yaitu:
bonang barung, bonang penerus, kethuk, kenong, kempyang, gong suwukan dan gong
ageng. Biasanya menggunakan pelat besi yang bisa di dapatkan ditempat penjualan
logam atau drum minyak atau pelat kuningan.
Kedua jenis material yang telahdisebutkan
diatas, kemudian dipotong dan dipersiapkan sebagai bahan setengah jadi. Ukuran
panjang dan lebarnya disesuaikan dengan ketebalan material, bentuk dan nada
yang di inginkan.
b . Teknik Tempa Dengan Pemanasan
Proses penempaan dengan pemanasan pada objek
berupa logam disebut dengan istilah anneling. Material seperti perunggu, baja
dan pamor memerlukan teknologi pemanasan pada proses pengerjaan dengan tujuan
untuk mendapatkan solusi teknis, yaitu agar tingkat kekerasannya menurun.
Kondisi material yang lunak menjadi lebih mudah dibentuk atau dilaras.
1 .
Teknik Tempa Pada Gamelan Perunggu
Teknik tempa dengan pemanasan pada material
gamelan dari perunggu dilakukan untuk membentuk material berupa lakaran menjadi
bilah atau pencon. Lakaran yang dihasilkan dari proses pencetakan terdiri dari
dua bentuk, yaitu persegi panjang untuk diproses menjadi instrumen berbentuk
bilah dan berbentuk bulat diproses menjadi instrumen berbentuk pencon.
Penempaan pada kedua jenis lakaran dilakukan
dengan batas temperatur tempa yang disebut egean mealt. Bila temperatur
melebihi batas maka perunggumenjadi sangat lunak, sehingga tempaan yang
dilakukan akan meninggalkan bekas berupa ceruk atau cekungan yang terlalu
dalam. Resiko yang paling fatal dapat terjadi bila tempaan menghasilkan wadur
(lubang), sehingga perlu proses tambahan untuk menutup lubang tersebut. Bila
temperatur material tersebut dibawah batas temperatur tempa, maka akan beresiko
lebih paah, yaitu retak atau pecah. Keretakan kecil masih dapat diselamatkan
dengan cara menutup bagian tersebut menggunakan las, tetapi bila retakan
terlalu panjang maka material tersebut harus diproses ulang dengan cara dilebur
dan dicetak kembali menjadi lakar.
Proses penempaan dilakukan oleh panji sepuh
sebagai penanggung jawab dibantu minimal dua pembantu untuk pengerjaan material
yang kecil (gender barung, gender penerus, demung, saron ricik, dan peking) dan
maksimal sebelas orang untuk pengerjaan gong ageng. Proses tersebut dilakukan
secara berulang-ulang hingga mendapatkan bentuk serta ukuran yang telah
ditentukan.
Hingga saat ini, pelaksana pada proses
pembuatan gamelan yang terdiri dari seorang panji sepuh (pemimpin di dalam
besalen) beserta para pekerja yang membantunya mengukur batas temperatur tempa
hanya dengan pengamatan secara visual. Kemampuan ini diperoleh berdasarkan
pengalaman selama bertahun-tahun.
Mikrostruktur pada logam perunggu yang
dibentuk dengan proses pemempaan menujukan bentuk yang berbeda bila di
bandingkan dengsn perunggu cetak.
2 .
Teknik Tempa Pada Gamelan Pamor
Gamelan pamor memerlukan teknologi pemanasan
pada proses pembuatan bakalan dan pembentukan material. Pembuatan bakalan
dilakukan dengan menyatukan material berupa besi, baja dan pamor. Penyatuan
ketiga material ditempuh dengan 3 metode, yaitu memanaskan, menempa dab
melipat-lipat ketiga elemen tersebut hingga mendapatkan tingkat kepadatan,
kekerasan dan kohesitas yang ditentukan.
3
.Teknik Tempa Pada Bilah Saron Dari Baja
Besi baja menjadi bahan pilihan untuk
pembuatan bilah pada instrumen demung, saron ricik dan peking. Menurut pendapat
beberapa pengrajin gamelan barut, bahwa baja mempunyai beberapa keistimewaan
dibandingkan dengan logam besi biasa. Pertama, baja mempunyai tingkat kekerasan
dan kepadatan yang lebih tinggi, sehingga secara fisik tidak mudah rusak karena
patah atau berubah bentuk yang di akibatkan dari efek pukulan dari tabuh
(mallet) yang terbuat dari kayu. Kedua, ketahanan terhadap tempaan pada saat
dimainkan dengan tabuh dari kayu yang keras dan bobot yang berat sekalipun
menjadi jaminan pada larasannya untuk tidak mudah berubah. Ketiga, lebih tahan
terhadap proses korosi, sehingga materialnya lebih awet dan perawatannya lebih
mudah dari pada besi biasa.
Material baja biasanya menggunakan pegas
(spring) berbentuk pelat dari kendaraan seperti becak, andong, mobil, bus atau
truk. Bahan baku untuk bilah demung biasanya menggunakan pegas dari mobil, bus,
truk, sedangkan saron ricik dan peking menggunakan material yang lebih tipis,
misalnya pegas mobil, andong atau becak. Material gamelan dari baja mempunyai
tingkat kekerasan yang lebih tinggi daripada besi biasa. Pegas dari kendaraan
mobil, bus atau truk diciptakan dengan peritungan mampu menahan beban hingga
beberapa ton.
Keistimewaan pada tingkat kekerasannya
memerlukan proses dan perlakuan yang berbeda pula bila dibandingkan dengan besi
biasa. Metode pemanasan pada pembuatan gamelan dari baja merupakan solusi untuk
memperlunak material tersebut. Tanpa metode pemanasan maka sifat-sifat yang
terdapat dalam pegas tersebut menjadi kendala yang sangat berat bagi
pembuatnya. Sifatnya yang keras dan lentur mampu menahan beban yanng sangat
berat, sedangkan kemampuan tempa para pekerja hanya sampai beberapa kilo saja.
Tahapan yang diterapkan pada proses untuk
membuat material berwujud bakalan bilah demung, saron ricik dan peking,
mempunyai kesamaan pada tahapannya dengan proses pembentukan pada lakaran
perunggu. Bakalan berupa potongan besi berbentuk persegi panjang kemudian di
olah dengan metode pemanasan dan penempaan hingga medapatkan bentuk yang telah
ditentukan. Sama halnya dengan pengerjaan pada material perunggu, baja juga
mempunyai batas temperatur tempa, sehingga akan berakibat fatal bila melampaui
batas egeant mealt. Kesalahan pada perhitungan batas temperatur tempa dapat
menghasilkan bentuk tempaan yang tidak rata atau mengakibatkan bakalan bilah
menjadi retak atau pecah. Material yang mengalami kegagalan pada proses
pembentukannya tidak dilakukan pengerjaan lebih lanjut. Langkah yang biasa
ditempuh pengrajin gamelan adalah dengan menggantikannya dengan bakalan yang
lain dan memulai proses dari awal. (Posting by Mulyono)
maturnuwun bapak mulyono atas penulisan blog ini dapat bermanfaat bagi bangsa untuk terus melestarikan kebudayaan Indonesia.Rahayu.
BalasHapusONKI LEMAN SANGGAR SENI SUARA UNTUK INDONESIA
Bagus seni budaya harus d lestarikan bapa
BalasHapus