Jumat, 27 Desember 2013

Sejarah Singkat Perkembangan Gamelan Jawa



Perkembangan instrument gamelan dan alat music lainnya di Jawa pada masa lampau dapat ditemukan pada relief candi, prasasti, dan beberapa piagam kuno lainnya (baca: Koenst, 1973). Masing-masing
instrumen diciptakan secara bertahap dan sangat dimungkinkan juga muncul secara terpisah dari sisi waktu, lokasi dan fungsinya dalam kehidupan masyarakat Jawa pada masa lampau. Beberapa peninggalan sejarah berbentuk relief pada candi batu, yaitu Candi Dieng dan Candi Sari yang berasal dari abad VIII, memberikan informasi mengenai beberapa alat musik yang diprediksi sebagai embrio dari beberapa instrument musik yang terdapat pada gamelan saat ini, misalnya: genta,siter dan kecer (Soetrisno,1981). Sejarah gamelan pada masa Hindu Jawa tersebut (abad VIII hingga abad XI) hanya memberikan sedikit keterangan secara visual dan tidak dapat memberikan keterangan yang akurat, demikian juga pada aktivitasnya (Sumarsam,1995). Sama halnya dengan relief yang terdapat pada candi Prambanan, candi Pawon, candi Mendut, dan candi Borobudur (Palgunadi,2002).
Kurun waktu berikutnya tercipta beberapa instrument music dengan bentuk dan namanya yang sangat beragam, sebagai salah satu contoh adalah instrument kendang. Beberapa nama yang didapatkan dari artefak sejarah yang diketemukan memberikan informasi bahwa instrumen kendang mempunyai beberapa istilah yang berbeda untuk menyebutkannya, yaitu: padahi, pataha, padaha, muraba, murawa, muraja, dan mredangga. Kreativitas masyarakat Jawa pada masa lampau berkembang seiring dengan perjalanan waktu hingga pada akhirnya terbentuklah seperangkat instrumen music Jawa secara lengkap yang disebut gamelan (keterangan lebih lanjut baca: Soetrisno,1981). Lebih spesifik disebut gamelan gedhe atau jangkep, yaitu seperangkat gamelan lengkap yang biasa dimiliki masyarakat secara umum (Palgunadi, 2002).
Mitos yang berkembang di Jawa pada masa lampau memberikan informasi bahwa gamelan merupakan hasil karya para dewa (baca: Prajapangrawit,1940 dan Lindsay,1979). Terkait dengan mitos tersebut, masyarakat Jawa (khususnya) pada saat ini mempunyai pendapat yang pada akhirnya menumbuhkan dua kemungkinan berbeda atas kemunculan cerita tersebut. Pertama, dimungkinkan bahwa sejarah perkembangan instrumen gamelan sangat jarang atau pada masa tersebut belum diketemukan bukti-bukti sejarah yang mampu memberikan informasi yang detail dan akurat mengenai perkembangan gamelan. Kedua, kemungkinan dimunculkan dalam kehidupan masyarakat untuk menumbuhkan rasa hormat dan penghargaan pada nilai-nilai yang terkandung pada gamelan.
Ada beberapa alasan yang cukup kuat terkait dengan tumbuhnya mitos tersebut. Pertama, bahwa gamelan merupakan bagian penting dalam kehidupan ritual/keagamaan, sehingga masyarakat sangat perlu untuk menghormati nilai kesakralannya, misalnya gamelan sekaten dan gamelan pakurmatan (monggang, kodhok ngorek dan carabalen). Kedua, proses pembuatannya yang sangat rumit dan memerlukan pengetahuan luas mengenai bahan dan teknologi yang dipergunakan, sehingga tidak setiap orang mampu melakukannya. Ketiga, mahalnya material yang dipergunakan pada gamelan diperoleh dengan proses panjang dengan pendekatan secara preskriptif, yaitu serangkaian proses kegiatan teknologi yang terdiri dari beberapa unit yang terpisah dan dilakukan oleh beberapa orang yang berbeda (Haryono, 2001).
Sejarah perkembangan alat music gamelan telah diteliti oleh Soetrisno, seorang arkeolog yang mempunyai perhatian besar pada sejarah perkembangan gamelan Jawa. Hasil penelitian berdasarkan peninggalan arkeologis kemudian disajikan secara terperinci dalam bukunya yang berjudul ‘Sejarah Karawitan’ diterbitkan oleh Akademi Seni Tari Indonesia tahun 1981. Informasi mengenai perkembangan gamelan dimulai dari kemunculan alat music yang masih sangat sederhana, baik yang berdiri sendiri sebagai salah satu kelengkapan dalam upacara adat/ritual atau dalam sebuah kelompok dalam jumlah yang kecil. Proses perkembangan dalam rentang waktu hingga ratusan tahun membuahkan kreativitas untuk menggabungkan satu persatu dari alat music yang ada menjadi kelompok yang lebih besar. Tahapan tertentu pada perkembanganya menghasilkan seprangkat alat music dengan keragaman bentuk, ukuran, laras , teknik memainkan, dan estetika penyajianya yang semakin baik. Kemudian disebut dengan istilah yang sangat dikenal masyarakat dunia pada saat ini, yaitu ‘gamelan’.     (posting by Gillys F. Yohanawati Sutedja)

Sabtu, 14 Desember 2013

Organologi Gamelan

Organologi Gamelan


A. Definisi

Organologi adalah sebuah disiplin ilmu yang membicarakan tentang alat-alat musik. Mantle Hood dalam bukunya 'The Ethnomusicologist' menjelaskan lebih lanjut, bahwa materi yang dibahas dalam lingkup organologi juga menyangkut beberapa permasalahan yang berkaitan dengan jenis alat musik dan sejarahnya termasuk beberapa persamaan serta perbedaan yang signifikan (1971:1). Hingga saat ini organologi belum masuk dalam kamus istilah musik dunia, misalnya: kamus istilah musik dunia yang diterbitkan oleh Harvard University, tetapi sudah menjadi disiplin ilmu yang diakui dan sangat diperlukan keberadaannya dalam lingkup pembicaraan mengenai alat musik dunia (Wiranto, tt).


Berdasarkan uraian pendek mengenai pengertian organologi di atas maka secara spesifik dapat dijelaskan bahwa organologi gamelan adalah pengetahuan mengenai alat-alat musik yang terdapat dalam seperangkat gamelan. Lebih difokuskan lagi, bahwa organologi yang dibahas lebih dipersempit wilayah pembicaraannya yaitu mengenai gamelan jawa.


Pembicaraan mengenai alat nusik juga mengenal adanya istilah 'organografi'. Kiranya perlu dijelaskan mengenai perbedaan yang signifikan antara organologi dan organografi. Tujuannya agar tidak terjadi kesalahan pada pengertian dan ruang lingkup yang dibicarakan. Organigrafi membahas secara spesifik mengenai sistem pengelompokan alat musik. Beberapa negara mengelompokan alat musik berdasarkan kriteria tertentu, misalnya: bahan baku yang dipergunakan sebagai sumber bunya pada alat musik, bentuk sumber bunyi dan cara memainkannya.(Posting by Sugiarto)


Sumber: H. R. Wiranto - Organologi Asean, Jurusan Karawitan FSP ISI Yogyakarta, tp, tt.